BacaJogja — Langit dini hari Candi Prambanan menjadi saksi sejarah saat lebih dari 9.200 pelari dari 17 negara mengawali langkah mereka dalam gelaran Mandiri Jogja Marathon (MJM) 2025. Tak hanya mencatat rekor jumlah peserta tertinggi sejak pertama kali diselenggarakan pada 2017, MJM tahun ini juga menjelma menjadi panggung integrasi antara olahraga, budaya, dan keberlanjutan.
Mengangkat tema “Accelerate Your Limit, Embrace the Culture,” MJM 2025 sukses mempertemukan ribuan pelari dalam empat kategori: Marathon 42K, Half Marathon 21K, 10K, dan 5K Fun Run, di rute yang dirancang melewati lanskap budaya Yogyakarta seperti Candi Plaosan, Monumen Taruna, hingga desa-desa tradisional.
Pelari asal Kenya mendominasi podium Full Marathon Open. Paul Kibet mencatat waktu 02:22:15 untuk keluar sebagai juara pertama putra, disusul James Chaerutich Tallam dan Jimnah Kuria Kariuki. Di sektor putri, Eunice Nyawira Muciri menempati posisi teratas dengan 02:38:13.
Baca Juga: Yang Tersisa dari Api: Pakaian di Jemuran dan Harapan yang Tak Luruh
Sementara itu, pada kategori nasional, Nofeldi Petingko dan Ina Lidya Utari Damayanti mencuri perhatian dengan prestasi gemilang yang menunjukkan kemajuan pesat pelari Indonesia di kancah lari maraton.
Sport Tourism dan ESG dalam Harmoni
Bank Mandiri menggelontorkan hadiah total Rp 2,5 miliar—terbesar sepanjang sejarah MJM—sekaligus menegaskan posisi event ini sebagai barometer sport tourism nasional. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menegaskan bahwa MJM lebih dari sekadar kompetisi.
“MJM adalah ruang kolaborasi inklusif. Di dalamnya terjalin sinergi antara pelari, masyarakat, pelaku UMKM, dan pemerintah. Kami ingin menjadikan MJM sebagai benchmark sport tourism Indonesia,” ungkapnya.
Tak hanya menghadirkan kompetisi lari kelas dunia, MJM 2025 juga memprioritaskan keberlanjutan melalui pendekatan Environmental, Social, and Governance (ESG). Dari kampanye Mandiri Looping for Life—mendaur ulang pakaian tak terpakai—hingga peluncuran fitur Livin’ Planet yang mengajak peserta menebus emisi karbon lewat penanaman pohon, semuanya dirancang untuk mengedukasi sekaligus berkontribusi nyata.
Baca Juga: Car Free Day Bantul 2025: Senam, Doorprize, SIM, dan Layanan Publik Lengkap di Paseban
Program Mandiri Sahabat Desa juga menjangkau 18 desa di sekitar Prambanan melalui edukasi keuangan, lomba lari mini, dan aksi bersih lingkungan. Di sisi kesehatan, Mandiri Bakti Kesehatan melayani lebih dari 1.650 Abdi Dalem dengan pemeriksaan gratis di titik budaya seperti Keraton Yogyakarta dan Imogiri.
Race Village: Simfoni Budaya dan Belanja Lokal
Tak hanya menjadi tempat start dan finish, Race Village di pelataran Candi Prambanan disulap menjadi pusat perayaan budaya. Dimeriahkan oleh panggung hiburan, bazar kuliner, serta 70 tenant UMKM dan 14 merek lokal dalam program Mandiri LAKU LOKAL, area ini menjadi simbol harmoni antara sport dan budaya.
Puncak kemeriahan terjadi saat grup musik hip-hop dangdut asal Jogja, NDX AKA, tampil menghibur ribuan penonton dalam konser penutup. Kehadiran mereka menyulut semangat kebersamaan dan kebanggaan lokal yang menyatu dalam atmosfer MJM.
Baca Juga: Balon Jumbo Dolan Neng Jogja Sambut Wisatawan di Depan Stasiun Yogyakarta
Semua transaksi dilakukan secara cashless lewat QRIS, kartu Mandiri, Livin’ Paylater, hingga e-money edisi MJM 2025. Mandiri juga memberikan berbagai promo menarik mulai dari cashback, cicilan 0%, hingga kesempatan “Lari di Berlin” bagi pengguna setia.
Dampak Ekonomi Nyata dan Medali Simbol Filosofi
Riset Mandiri Institute mencatat lonjakan perputaran ekonomi Yogyakarta hingga 35% selama pekan MJM berlangsung. Mulai dari okupansi hotel, penjualan kuliner, hingga peningkatan frekuensi penerbangan, semua bergerak seiring denyut ekonomi lokal.
Sebagai penutup yang bermakna, desain medali MJM 2025 mengangkat sumbu filosofis Yogyakarta, yakni garis imajiner dari Laut Selatan hingga Merapi. Ini merupakan bagian pertama dari seri lima medali tahunan yang jika dikumpulkan hingga 2029 akan membentuk satu kesatuan visual bersejarah. []