BacaJogja – Film animasi “Jumbo” menjadi perbincangan hangat publik setelah berhasil menembus empat juta penonton. Di balik petualangan seru Don dan kawan-kawan, film ini menyuguhkan pesan mendalam tentang pentingnya peran orang tua dalam perkembangan psikologis anak.
Pakar psikologi anak dari Universitas Gadjah Mada, Wulan Nur Jatmika, S.Psi., M.Sc., mengungkap bahwa “Jumbo” bukan sekadar hiburan, melainkan karya yang sarat makna dan refleksi. “Film ini memuat pesan berlapis. Anak-anak akan menangkap nilai-nilai persahabatan, kerja sama, dan kebaikan. Sementara orang dewasa bisa merenungkan dinamika psikologis tokoh-tokohnya yang begitu kuat,” ujarnya, Senin (21/4).
Baca Juga: Viral! Sopir Bus Rekam Wisatawan Mandi di Pantai Drini, Diamuk Massa
Cerminan Realita Sosial dalam Dunia Anak
Wulan menyoroti bagaimana “Jumbo” menghadirkan potret nyata Adverse Childhood Experiences (ACEs) atau pengalaman masa kecil yang bisa memicu trauma psikologis. Beberapa karakter, seperti Don yang kehilangan orang tua dan Atta yang hidup dalam kemiskinan tanpa figur pengasuh, mencerminkan kondisi anak-anak di lingkungan sosial kita.
“Kisah Don, Atta, Maesaroh, dan Nurman mencerminkan anak-anak Indonesia yang tumbuh tanpa peran orang tua yang kuat secara emosional. Ini relevan dengan banyak kasus nyata yang sering kita temui,” jelas Wulan.
Baca Juga: Pecinta Punk Wajib Hadir! SHA dan Threesixty Konser di Yogyakarta, Catat Tanggalnya
Perundungan, Pola Asuh, dan Lingkungan Sosial
Isu perundungan anak juga mendapat sorotan dalam film ini. Hubungan antara Don dan Atta memperlihatkan kompleksitas masalah tersebut. Menurut Wulan, baik pelaku maupun korban perundungan memiliki potensi mengalami gangguan mental jika tidak mendapat penanganan tepat.
“Anak pelaku perundungan biasanya menyimpan luka sendiri. Bisa jadi mereka juga korban di masa lalu atau tumbuh di lingkungan dengan pola asuh negatif,” terangnya.
Menariknya, tokoh Don tetap ceria dan percaya diri karena mendapat dukungan emosional yang kuat. Ini menunjukkan bahwa kehadiran orang tua atau figur pengasuh yang suportif bisa menjadi faktor protektif penting dalam mencegah dampak buruk perundungan.
Baca Juga: Kenapa Hari Kartini Bukan Libur Nasional? Ini Alasannya
Pentingnya Peran Orang Tua Sejak Usia Dini
Wulan mengingatkan bahwa fase usia dini, khususnya 0-5 tahun, adalah masa krusial bagi pembentukan karakter anak. “Apa yang dilakukan orang tua pada masa ini bisa berdampak besar dan jangka panjang,” tegasnya.
Anak membutuhkan lebih dari sekadar materi. Mereka butuh cinta tulus, nilai-nilai kehidupan, dan kehadiran emosional yang stabil dari orang tua. “Dengan fondasi itu, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang sehat, tangguh, dan siap menghadapi tantangan hidup,” tutup Wulan. []