Demi Sepiring Harapan, Ayah Pergi Tanpa Kembali

  • Whatsapp
ojol korban begal
Karangan buka Gojek dan berita lelayu. (Ist)

BacaJogja – Senin pagi yang biasanya bergulir tenang di kawasan Krajan, Kalasan, berubah menjadi air mata duka. Langit mendung seperti mengerti duka yang merayap dari balik dinding rumah sederhana di RT 03/RW 04 itu. Di sanalah, jasad seorang lelaki yang selama ini menjadi pilar cinta dan pengorbanan, disemayamkan untuk terakhir kalinya: Anggy Damirsyah, 42 tahun, seorang ayah, suami, sahabat, dan pengemudi ojek online yang meregang nyawa di ujung pengabdian.

Ia bukan sekadar korban. Ia adalah potret hidup dari ribuan pejuang roda dua yang saban hari menerjang panas dan hujan, demi membawa pulang sepiring harapan untuk anak dan istri tercinta. Tapi Minggu dini hari, harapan itu direnggut secara keji.

Read More

Anggy menjadi korban pembegalan di kawasan Bogem, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Pelakunya seorang custimer yang memesan melalui aplikasi. Anggy datang menunaikan pekerjaannya. Dalam perjalanan yang ia kira sebagai tugas biasa, maut mengintainya dalam senyap. Pelaku, yang diduga membawa senjata tajam, menyerangnya. Meski sempat melawan, luka-luka yang menganga terlalu dalam. Ia berpulang di RS Sarjito pada pukul 08.29 WIB.

Baca Juga: Pantai Krokoh: Surga Tersembunyi di Ujung Gunungkidul dengan Spot Sunrise yang Instagramable

Jenazahnya dimakamkan Senin sore di TPU Karangkalasan, diiringi doa yang tak berkesudahan. Di antara pelayat yang berdiri diam, ada wajah-wajah penuh duka dari para pengemudi ojek online seantero Yogyakarta. Mereka datang, bukan hanya sebagai rekan kerja, tapi sebagai keluarga yang kehilangan satu dari mereka yang terbaik.

Karangan bunga, derai air mata, dan barisan motor yang mengiringi kepergian Anggy menjadi bukti bahwa di balik helm dan jaket, mereka punya hati yang tak kalah besar. “Dia mati syahid,” ucap seorang rekan sambil menyeka air mata. “Ia meninggal saat berjuang untuk nafkah keluarganya. Kami semua berduka.”

Anggy meninggalkan seorang istri, Sri Utari Widi Astuti, serta dua anak, Raizen Mizraimi Akasshya Daulay dan Rafka Zhian Alfarezel, yang masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang seorang ayah. Dalam duka yang mendalam, keluarga tetap menunjukkan kekuatan luar biasa. Di samping istri dan anak-anaknya, ada juga Sinta Sekar Sari Arumi, sang adik, yang turut kehilangan sosok kakak sekaligus panutan.

Baca Juga:  Kejahatan Menjelang Subuh: Ketika Sunyi Menyimpan Luka dan Trauma di Bantul

Dalam kesedihan yang mendalam, Sri Utari tetap berdiri tegar, menguatkan anak-anaknya, sembari berharap bahwa doa-doa akan membentangkan jalan terang bagi suaminya di alam keabadian.

Dalam selembar kertas lelayu, keluarganya menulis lirih: “Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, menerima semua amal ibadahnya, dan menempatkannya di sisi-Nya.”

Siapa yang merenggut nyawa Anggy? Konon, pria berinisial BG, telah diamankan. Ia adalah residivis dari daerah Niten. Namun bagi keluarga Anggy, keadilan bukan hanya tentang hukuman. Ini tentang bagaimana negara dan masyarakat bisa menjamin keamanan mereka yang berjuang dengan cara yang paling jujur: bekerja.

Baca Juga: Pengendara Motor Sport Asal Kulon Progo Meninggal Kecelakaan di Gunungkidul, Dua Kritis

Kisah Anggy menyayat tak hanya karena kematiannya, tapi karena kehidupan yang ia jalani—penuh cinta, tanggung jawab seorang ayah untuk keluarga, dan keberanian. Ia adalah potret kecil dari kegigihan besar. Anggy setiap hari teriring dengan doa, membawa rindu dari rumah ke rumah, hingga pada suatu malam, ia tak kembali.

Malam itu, langit Kalasan memeluk duka. Dan jalanan yang biasa ia lalui kini menyimpan jejak terakhirnya. Tapi di setiap roda yang berputar, di setiap ojek yang melaju membelah pagi, nama Anggy akan terus hidup—dalam ingatan, dalam doa, dan dalam harapan agar tak ada lagi cerita yang berakhir seperti ini. []

Related posts