BacaJogja – Suasana berbeda menyelimuti kompleks Masjid Gede Mataram, Kotagede, sejak Jumat (26/9/2025). Selama tiga hari, 26–28 September 2025, kawasan bersejarah yang terletak di Kalurahan Jagalan, Banguntapan ini menjadi pusat kegiatan Pasar Lawas Mataram 2025, agenda tahunan yang selalu dinanti masyarakat.
Mengusung tema Kebak Tanpo Luber, Pasar Lawas Mataram tahun ini sarat makna. Filosofinya mengajarkan pemanfaatan potensi secara optimal tanpa berlebihan, menjaga keaslian agar tidak hilang, serta menumbuhkan harmoni sosial. Sejak pertama kali digelar pada 2018, event ini konsisten menghadirkan nuansa pasar tempo dulu dengan balutan kuliner tradisional, kesenian rakyat, serta aktivitas budaya bernilai edukasi.
Baca Juga: Tiga Kendaraan Terlibat Kecelakaan di Jalan Mrisi Bantul, Ojek Online Luka Serius
Pada hari pertama, pembukaan Pasar Lawas Mataram sukses menyedot ribuan pengunjung. Tak hanya warga sekitar, wisatawan dari luar daerah pun turut hadir.
Hamdan, mahasiswa asal Jambi, mengaku terkesan dengan pengalaman pertamanya.
“Baru pertama ke sini, senang sekali dan jadi pembelajaran juga karena ternyata event seperti ini menguntungkan bagi warga sekitar. Jadi kenal makanan tradisional Jawa, tadi sudah beli banyak, ada nasi gurih, cenil, putu mayang, sampai es sirup jadul,” ujarnya dengan antusias.
Surga Kuliner Tempo Dulu
Kehadiran 55 stan kuliner menjadikan Pasar Lawas Mataram surga bagi pecinta jajanan tradisional. Berbagai kudapan khas tempo dulu mudah ditemui, mulai dari ledre, kipo, clorot, madumongso, hingga mendhut. Tak hanya rasa yang menggoda, penyajian ala pasar lawas juga menambah daya tarik tersendiri.
Baca Juga: GKR Bendara Hadiri Pembangunan MI Darul Ma’arif 1 Serut Bantul, Gratiskan Siswa Masuk Keraton
Lebih dari sekadar pesta kuliner, Pasar Lawas Mataram menjadi ruang hidup kembali bagi tradisi dan ekonomi rakyat. Kehangatan interaksi, gelak tawa pengunjung, dan alunan musik tradisional berpadu menciptakan suasana yang membawa siapa pun kembali ke masa lalu.
Pasar Lawas Mataram 2025 di Kotagede pun bukan sekadar ajang wisata, melainkan cermin kearifan lokal: menjaga budaya tetap lestari sambil memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar. []






