Warga Minggir dan Nanggulan Mengadu Penambangan Pasir Sungai Progo ke Senator Yogyakarta

  • Whatsapp
penambang pasir mengadu ke Hemas
PMKP mengadu ke DPD RI terkait persoalan tambang pasir Sungai Progo. (Foto: Istimewa)

Yogyakarta – Sejumlah perwakilan warga dari Kapanewon Minggir Sleman dan Kapanewon Nanggulan Kulon Progo mengeluhkan permasalahan penambangan pasir Sungai Progo Yogyakarta. Mereka mengadukan ke senator atau  Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kantor Perwakilan DIY di Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Sabtu, 20 November 2021.

Mereka ini merupakan warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP). Paguyuban ini yang melingkupi empat dusun yaitu Dusun Jomboran dan Dusun Nanggulan, Kalurahan Sendangagung di Kapanewon Minggir Kabupaten Sleman serta Dusun Pundak Wetan dan Dusun Wiyu, Kalurahan Kembang, Kapanewon Nanggulan Kabupaten Kulon Progo.

Read More

Kehadiran mereka diterima oleh tiga anggota DPD RI DIY yakni GKR Hemas, Dr. Hilmy Muhammad, MA, dan Drs. Muhammad Afnan Hadikusumo. Dalam audiensi ini juga dihadiri Walhi DIY dan LBH Yogyakarta.

Baca Juga: DPRD DIY Dukung Sri Sultan HB X Tutup Penambangan Pasir Lereng Gunung Merapi

Ketua PMKP Iswanto menuturkan permasalahan aktivitas tambang pasir bermula dari penambangan pasir dengan menggunakan alat berat, oleh dua PT yaitu PT Citra Mataram Konstruksi dan PT Pramudya Afgani yang datang ke wilayah Jomboran. Kehadiran dua PT ini tanpa ada sosialisasi.

Masyarakat menyayangkan, karena tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, tiba-tiba PT sudah datang beroperasi dengan alasan sudah memegang surat izin. Ini menjadi tanda tanya masyarakat, tidak ada sosialisasi tapi pihak PT sudah memiliki surat izin operasi. Maka, masyarakat terus mengejar dokumen-dokumen yang menunjang izin penambangan.

“PMKP sudah banyak melakukan pengaduan, mulai dari pengaduan ke kadus, lurah, camat, bupati, DPRD, Sekda DIY, bahkan sampai ke balai besar, tapi tidak ada satupun yang berpihak pada PMKP,” ungkapnya.

Baca Juga: Sultan HB X Sebut Penambang Pasir Lereng Gunung Merapi Tidak Pro Lingkungan

Untuk itu PMKP berharap audiensi ini yang terakhir kali, melalui peran dan fungsi DPD RI bisa membantu PMKP, agar perizinan tambang pasir dikaji ulang, jika perlu dicabut karena izin tambang maladministrasi dan tidak ada pengawasan terhadap aktivitas tambang.

Fajar Kurnia Adi Tim Koalisi Advokat Yogyakarta Pembelaan Masyarakat Kali Progo, menambahkan selain masalah perizinan, ada juga permasalahan pelaporan warga ke Polres Sleman oleh pihak PT atas tuduhan dugaan menghalangi proses penambangan.

“Ada dua kasus, yaitu saat warga melakukan aksi menolak penambangan dengan membentangkan banner dan saat warga mendikte salah satu helter dan sopir PT mengajak untuk bermusyawarah terkait penambangan. Hanya saja itu menjadi laporan ke kepolisian,” sesalnya.

Baca Juga: Penertiban Penambangan Pasir di Sungai Progo Yogyakarta

Budi Hermawan dari LBH Yogyakarta berharap ada tindakan nyata dari DPD RI. Pada kasus 2 orang warga yang dikriminalisasi dengan pasal 162 menghalang-halangi aktivitas tambang, saat ini sudah pada tahap penyidikan dan berpotensi menjadi tersangka. Padahal warga masyarakat disisi lain dilindungi dengan pasal 66 UUPPLH, setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak bisa dituntut secara pidana dan perdata.

“DPD RI DIY bisa mengintervensi atau mengirimkan surat ke Polres Sleman untuk menghentikan penyidikannya, karena ini kasus pertama setelah ada revisi UU Minerba di Yogya maupun di Indonesia,”tandasnya.

Budi juga mengharapkan ada tindakan nyata dari DPD RI, untuk melakukan evaluasi terhadap penerbitan izin tambang. Di dalam UU No 3 Tahun 2020, klausul pasal 169 mengatur bahwa izin yang sudah dikeluarkan oleh pemda harus diperbaharui oleh kementerian. Sedangkan pada kasus ini, warga belum menerima pembaharuan izin tambang dari Kementerian Investasi. Sehingga kewenangan izin tambang masih ada pemda atau asas contrarius actus, siapa yang menerbitkan izin, dia yang mencabut izin.

Baca Juga: Banjir Lahar Dingin Terjadi pada Tiga Sungai yang Berhulu di Gunung Merapi

Pada kesempatan itu, GKR Hemas menegaskan berdasarkan aspirasi masyarakat terkait permasalahan penambangan pasir, maka perlu ada tindak lanjut dengan melibatkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat melalui kementerian terkait.

“Isu ini juga memungkinkan untuk diangkat menjadi isu alat kelengkapan DPD RI yang membidangi sumber daya alam, agar dapat dibahas dengan kementerian terkait, sebagai salah satu materi pengawasan atas pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” tambahnya.

Permaisuri Keraton Yogyakarta ini menegaskan bahwa DPD RI akan melakukan pengawasan aktivitas pertambangan agar tidak merusak lingkungan. Seperti pada kasus pertambangan pasir di Merapi, DPD RI DIY turut memperjuangkan hingga pada akhirnya pada September yang lalu.

Dari peran DPD RI itu akhirnya Pemda DIY menutup 14 lokasi tambang pasir Merapi. “Itu pun memerlukan proses yang panjang. Meskipun bukan kewenangan DPD RI, permintaan warga untuk mencabut izin tambang, akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan yang intensif dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,’ kata GKR Hemas. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *