Daftar 20 Warisan Budaya Tak Benda di Bantul, Ada Sate Klatak hingga Nini Thowong

  • Whatsapp
Nini Thowong Bantul
Kesenian Nini Thowong (Foto: YouTube/Pernik Unik Budaya)

BacaJogja – Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sampai saat ini sudah menetapkan 20 warisan budaya di Kabupaten Bantul, sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia.

Berdasarkan Konvensi UNESCO 2003, WBTb merupakan berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan, instrumen, obyek, artefak, dan ruang-ruang budaya yang terkait. Adapun 20 WBTb di Bantul tersebut yakni:

Read More

1. Industri Gerabah Kasongan
Kasongan merupakan wilayah bertanah gamping yang berada di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kepanewon Kasihan, Bantul. Tempat ini menjadi sentra industri kerajinan gerabah atau perkakas yang terbuat dari tanah liat atau tanah lempung. Perkakas yang dibuat antara lain perabotan dapur maupun beraneka macam barang kerajinan dengan bahan baku tanah liat.

Baca Juga: Sejarah Alun-alun Utara Yogyakarta dan Makna 64 Pohon Beringin

2. Blangkon Yogyakarta
Blangkon merupakan penutup kepala sebagai pelengkap busana tradisional pria di Jawa. Sejumlah sumber menyebutkan, blangkon merupakan bentuk asimilasi budaya Hindu dan Islam. Blangkon Yogyakarta memiliki memiliki dua bentuk, yaitu bentuk Mataraman dan Kagok. Bentuk blangkon Yogyakarta ada mondolan. Ini yang membedakan dengan blangkon Surakarta.

3. Salawat Montro
Montro atau Kesenian Salawat Montro merupakan kesenian khas Bantul. Kesenian ini pertama kali ditemukan di Kauman, Pleret dan diciptakan Kanjeng Pangeran Yudhonegoro atau menantu dari Sultan Hamengku Buwono VIII. Kesenian ini berisi sekelompok penampil dan pengiring musik yang semuanya pria. Mereka menyanyikan puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dengan diiringi alat musik gamelan dan terbangan.

4. Wedang Uwuh
Wedang uwuh adalah minuman dengan bahan-bahan yang berupa dedaunan mirip dengan rempah. Dalam bahasa Jawa, Wedang berarti minuman yang diseduh, sedangkan uwuh berarti sampah. Wedang uwuh disajikan panas atau hangat memiliki rasa manis dan pedas dengan warna merah cerah dan aroma harum.

Baca Juga: Pererat Catur Sagatra, Puro Mangkunegaran Kunjungi Keraton Yogyakarta

5. Srandul
Srandul merupakan kesenian yang berasal dari Yogyakarta. Kesenian Srandul termasuk jenis drama tari dan merupakan seni tradisional kerakyatan yang didasarkan pada kearifan masyarakat setempat. Srandul merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan antar generasi.

6. Rebo Pungkasan
Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan adalah nama hari Rabu terakhir di bulan Sapar pada Kalender Jawa. Beberapa aktivitas dilakukan selama hari ini, antara lain tahlilan, berbagi makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, sampai salat sunah lidaf’il bala bersama.

7. Geplak
Geplak merupkan kuliner khas Bantul. Kudapan ini terbuat dari parutan kelapa dan gula pasir atau gula jawa sehingga punya rasa manis. Jajan ini masih mudah ditemui di Bantul, termasuk di pasar tradisional di Bumi Projotamansari. Jenis panganan ini sudah berkembang luas di luar Bantul bahkan sampai di seluruh Tanah Air.

Baca Juga: Makna Upacara Adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri di Parangtritis Bantul

8. Nini Thowong
Nini Thowong bentuknya mirip jelangkung. Nini Thowong Yogyakarta merupakan seni spiritual yang telah lama usianya, para empu budaya sempat mengisahkan bahwa seni ini sudah ada sejak zaman Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senapati. Sejak zaman Keraton Mataram berkembang, karya ini telah ada.

Nini Towong disebut Tothok Kerot karena menggunakan ubarampe yang berupa bathok kelapa (thothok). Bathok berarti keras, kuat, dan sakti. Seni spiritual Nini Thowong berupa permainan yang menggambarkan seorang gadis muda bermuka thowong yang sakti. Nini Towong adalah tokoh yang dibuat-buat, seolah-olah hidup, memiliki nyawa, dan berdaya gaib.

9. Batik Nitik
Batik Nitik merupakan kain batik yang memiliki motif nitik dari Kembangsongo Bantul. Hadirnya merupakan adaptasi dari anyaman kain tenun Patola India. Batik Tulis Nitik adalah batik khas Yogyakarta sebagai salah satu motif batik tertua di lingkungan Keraton Yogyakarta. Nitik merupakan ragam hias ceplokan yang tersusun atas garis-garis halus, balok-balok kecil, segi empat, serta titik-titik halus yang sepintas menyerupai tenunan.

Baca Juga: Sejarah dan Cikal Bakal Nama Sewon di Bantul Yogyakarta

10. Gejog Lesung
Gejog lesung merupakan kesenian tradisional berupa permainan instrumen musik perkusi yang menggunakan alat penumbuk padi tradisional seperti lesung dan alu atau antan. Kesenian yang biasa dilakukan oleh 4-6 orang (tergantung panjang lesung) ini berkembang dalam masyarakat agraris di berbagai kabupaten di Yogyakarta.

11. Benthik
Benthik merupakan permainan tradisional khas Yogyakarta. Cara permainan menggunakan dua bilah kayu atau bambu seperti tongkat dengan ukuran pendek dan agak panjang. Tongkat pendek ukurannya sekitar 10 cm, sedangkan tongkat panjang ukurannya dua kali lipatnya. Tongkat pendek ini menjadi objek lontaran.

warisan budaya tak benda bantul
Daftar 20 warisan budaya tak benda di Bantul. (Foto: Dok. Pemkab Bantul)

12. Andhong
Andhong merupakan alat transportasi tradisional Yogyakarta yang ditarik kuda. Andhong memiliki empat roda yang berbahan dasar kayu. Alat transportasi tradisional ini ditarik kuda. Tempat duduk penumpang bisa berhadapan atau sebaliknya yakni menghadap depan dan belakang. Andhong dilengkapi lonceng berwarna keemasan. Transportasi ini banyak dijumpai di Parangtritis dan Malioboro. Warga Pleret Bantul masih banyak yang berprofesi sebagai kusir atau pengemudi andhong.

13. Mi Lethek
Mie Lethek berasal dari Kalurahan Trimurti, Kapanewon Srandakan, Bantul. Mi lethek memiliki warna keruh kecokelatan dan kurang menarik. Tak heran mi ini dikenal dengan sebutan “lethek”, yaitu keruh dan kurang menarik dilihat. Terbuat dari tepung tapioka dan singkong yang diproses dengan cara tradisional. Proses pembuatan mie ini cukup unik dan menggunakan alat tradisional. Salah satunya menggunakan sapi jantan yang berputar mengelilingi alat mesin tradisional.

Baca Juga: Jogja Heritage Track, Berkeliling Mengunjungi Sumbu Filosofi Yogyakarta

14. Salawat Maulud Jawi
Salawat Jawi ditemukan di Kapanewon Pleret dan tersebar di Bantul. Kesenian ini merupakan bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa seperti langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain.

15. Cembengan Yogyakarta
Tradisi Cembengan terbentuk dari tradisi masyarakat Tionghoa yang bekerja di pabrik gula Maduksimo Bantul Yogyakarta. Sebelum melakukan giling tebu, berziarah ke makam para leluhur. Tradisi masyarakat Tionghoa ini bernama Cing Bing, lalu berubah pengucapan menjadi Cembengan.

Tradisi ini akhirnya dilakukan warga di sekitar pabrik gula. Mereka akhirnya bahu membahu mengadakan upacara besar dengan tujuan meminta berkah dari leluhur untuk kelancaran giling tebu yang ada di pabrik Madukismo.

16. Sate Klatak
Sate klatak merupakan hidangan daging kambing yang banyak ditemukan di Kapanewon Pleret, Bantul, Yogyakarta. Dalam bahasa Jawa, kegiatan membakar sate di pembakaran terbuka disebut “klatak”.

Sate ini sangat berbeda dari ragam sate lainnya, yang biasanya yang memakai tusukan bambu. Sedangkan tusukan sate klatak yang dipakai untuk memanggang dan membakar terbuat dari besi, biasanya pakai ruji pada roda sepeda. Tusukan besi sebagai konduktor penghangat akan membuat daging lebih masak dari bagian dalam.

Baca Juga: Menengok Tradisi Nyadran Makam Sewu Raden Trenggana di Bantul

17. Kulit Tatah Sungging
Kerajinan Tatah Sungging merupakan kerajinan membuat wayang kulit yang dilakukan warga Dusun Pucung, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul. Cikal bakal kerajinan Tatah Sungging bernama Atmokaryo Glibo. Keterampilan yang di miliki tersebut kemudian ditularkan kepada masyarakat sekitarnya. Pada 1920, mayoritas penduduk Dusun Pucung bisa membuat Wayang Kulit.

18. Pewarna Alami
Pewarna alami untuk mewarnai kain sudah terekam dalam naskah-naskah kuno Jawa, salah satunya yaitu serat centhini. Pada serat memuat pengetahuan tentang enam spesies tanaman penghasil warna. Pewarna pada kain (batik) ditujukan untuk merepresentasikan pandangan tentang spiritualitas. Zat warna alam merupakan pengetahuan lokal nenek moyang atau teknologi berbasis budaya yang diturunkan secara turun-temurun. Zat warna alam batik memiliki makna bahwa Indonesia memiliki banyak varietas tanaman flora fauna yang beragam termasuk Yogyakarta sebagai penghasil produk batik alam.

Baca Juga: Menengok Tradisi Wiwitan di Bambanglipuro Bantul Yogyakarta dan Maknanya

19. Nguras Enceh
Nguras Enceh berawal dari kemenangan Kesultanan Mataram yang berperang dengan aliansi Kesultanan Aceh, Kesultanan Palembang, Kesultanan Ustmaniyah (Turki Utsmani), dan Kerajaan Siam (Thailand-Myanmar). Keempat kerajaan ini kemudian menjadi kerajaan sahabat dari Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Sebagai tanda perdamaian dan tanda persahabatan, Sultan Agung meminta masing-masing kerajaan untuk memberikan pusaka yaitu gentong enceh. Nguras Enceh atau nguras gentong ini kemudian menjadi tradisi bagi masyarakat di Kecamatan Imogiri. Pada masa selanjutnya Gentong tersebut kemudian diletakkan di hadapan makam Sultan Agung.

Sehari sebelum Nguras enceh dilakukan kirab dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa. Kirab dimulai dari Kecamatan Imogiri hingga ke Kompleks Makam Raja-raja Imogiri di Pajimatan, Girirejo. Kirab ini diiringi dengan kesenian gunungan, Prajurit Lombok Abang, Jatilan, Gejog Lesung dan Selawatan.

Baca Juga: Tradisi Nyadran Makam Leluhur Keraton Yogyakarta di Prambanan Sleman

20. Kupatan Jolosutro
Kupatan Jolosutro merupakan upacara adat yang dilakukan warga di desa Srimulyo, Piyungan Bantul, bertempat di makam Sunan Geseng yang terletak di Dusun Jolosutro. Upacara ini dilaksanakan sesudah masa panen padi pada hari Senin Legi bulan Sapar. Namun karena waktu panen mengalami perubahan, maka tidak harus Sapar dan nama pasaran juga tidak harus Legi asal bukan Pon. Untuk tanggalnya berdasarkan pedoman penanggalan Jawa yaitu tanggal 10 sampai 15 saat menjelang bulan purnama.

Upacara Kupatan Jolosutra ini sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang telah melimpahkan berkah sehingga hasil pertaniannya yang baik. Selain itu juga memohon berkah agar hasil pertanian yang akan datang bisa lebih baik serta mendoakan Nabi Muhammad SAW dan para leluhur. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *