Waspada Puncak Musim Kemarau 2025: BMKG Prediksi Terjadi Juni hingga Agustus

  • Whatsapp
ilustrasi musim kemarau
Ilustrasi musim kemarau (istimewa)

BacaJogja – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025. Prediksi ini didasarkan pada hasil analisis data iklim dan cuaca terkini yang mempertimbangkan berbagai faktor dinamika atmosfer dan laut.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau sejak Mei 2025, meskipun tidak terjadi serentak di semua daerah. Beberapa wilayah akan mengalami awal musim kemarau lebih cepat, sementara lainnya lebih lambat dari biasanya.

Read More

Daerah dengan Awal Musim Kemarau Tidak Seragam

BMKG mencatat bahwa:

  • Wilayah seperti Aceh, Lampung, dan Papua bagian tengah diprediksi mengalami kemarau lebih awal.
  • Daerah seperti Kalimantan Selatan, Bali, NTB, dan NTT justru diperkirakan akan mengalami kemarau lebih lambat.
  • Musim kemarau 2025 telah mulai berlangsung sejak April 2025 di 115 Zona Musim (ZOM), dan akan terus meluas pada Mei dan Juni ke wilayah lain seperti Jawa, Kalimantan, dan Papua.

Baca Juga: Melawan Ombak dan Kabut: Kisah Dramatis Evakuasi Korban Laka Laut Parangtritis

Menurut Dwikorita, dibandingkan dengan rerata klimatologi 1991–2020, awal musim kemarau 2025 di Indonesia terjadi secara:

  • Normal pada 207 ZOM (30%)
  • Mundur pada 204 ZOM (29%)
  • Maju pada 104 ZOM (22%)

Ancaman Kekeringan dan Kebakaran Hutan

Kondisi kemarau 2025, meski berlangsung dalam fase netral iklim global (tidak dipengaruhi El Nino maupun La Nina), tetap mengandung potensi bahaya. Suhu muka laut yang lebih hangat dari normal dapat memicu gangguan cuaca lokal seperti:

  • Kekeringan ekstrem di sejumlah wilayah strategis.
  • Penurunan ketersediaan air bersih.
  • Peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di Sumatera dan Kalimantan.

BMKG menegaskan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan mengingat potensi suhu panas dan penurunan kualitas udara yang menyertai musim kemarau.

Baca Juga: Wisatawan Banjarnegara Terseret Ombak Parangtritis Ditemukan Meninggal

Sektor Terdampak dan Langkah Antisipasi

Musim kemarau berdampak langsung pada sektor-sektor vital seperti:

  • Pertanian dan perkebunan: Terancam gagal panen akibat kekeringan.
  • Energi: Pengelolaan sumber air untuk PLTA menjadi krusial.
  • Kesehatan dan kebencanaan: Risiko meningkatnya penyakit akibat udara kering dan kabut asap.

BMKG mengimbau semua pihak untuk mengambil langkah antisipatif sedini mungkin, seperti:

  • Menyiapkan infrastruktur pengelolaan air.
  • Meningkatkan sistem peringatan dini karhutla.
  • Mengoptimalkan kolaborasi lintas sektor dan masyarakat.

Meski durasi kemarau tahun ini diprediksi lebih pendek dibanding 2023, potensi dampaknya tetap besar. Oleh karena itu, koordinasi antar instansi dan partisipasi aktif masyarakat menjadi faktor kunci dalam menghadapi tantangan iklim ini.

Dengan memahami distribusi awal musim kemarau yang tidak serentak dan potensi risikonya, diharapkan Indonesia bisa lebih tangguh menghadapi musim kemarau 2025. []

Related posts