BacaJogja – Meski kalender musim menunjukkan Indonesia telah memasuki musim kemarau, kenyataan di lapangan justru berbeda. Sejumlah wilayah di Tanah Air masih kerap diguyur hujan dengan intensitas yang cukup signifikan. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa Indonesia sedang mengalami kondisi kemarau basah, sebuah anomali cuaca yang tidak lazim. Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa kemarau basah merupakan musim kemarau yang tetap diwarnai oleh turunnya hujan karena tingginya kelembapan udara.
“Kemarau basah adalah fenomena tidak biasa yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil,” ujar Guswanto.
Baca Juga: Menjaga Generasi Penyu: Aksi Senyap dari Pantai Wediombo Gunungkidul
Penyebab Kemarau Basah di Indonesia
Menurut BMKG, kemunculan kemarau basah tahun ini disebabkan oleh sejumlah dinamika atmosfer yang kompleks. Beberapa faktor utama yang memengaruhi adalah:
- Sirkulasi siklonik yang terbentuk di sekitar wilayah Indonesia.
- Fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang meningkatkan pertumbuhan awan konvektif.
- Gelombang atmosfer, seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency, yang memperkuat aktivitas hujan.
Kondisi atmosfer ini menyebabkan terbentuknya awan-awan hujan meski secara klimatologis Indonesia telah memasuki musim kemarau.
Baca Juga: Sunyi di Tengah Hujan: Pelecehan Seksual di Gang Sempit Jogja yang Menyisakan Trauma
Tidak Merata di Seluruh Wilayah
Guswanto menambahkan bahwa fenomena kemarau basah tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa daerah masih mengalami cuaca kering yang khas musim kemarau, sementara daerah lain justru tetap dilanda hujan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, terutama di wilayah yang masih berpotensi diguyur hujan deras meskipun sudah berada dalam periode kemarau. []