Garebeg Besar 2025 di Yogyakarta: Gunungan, Nyadhong, dan Filosofi Kehidupan

  • Whatsapp
persiapan garebeg
Prajurit bregada bersiap melakukan prosesi Garebeg Besar. (Kraton Jogja)

BacaJogja – Hajad Dalem Garebeg Besar Tahun Je 1958/2025 akan digelar pada Sabtu, 7 Juni 2025. Masyarakat umum dapat menyaksikan langsung prosesi sakral ini di Kagungan Dalem Pagelaran Keraton Yogyakarta serta di Halaman Masjid Gedhe Kauman.

Tahun ini, Garebeg Besar mengalami penyesuaian teknis, khususnya dalam prosesi pembagian Ubarampe Gunungan di titik Kepatihan. Sesuai dengan pranata adat lama yang berlaku sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII, Keraton Yogyakarta mengembalikan mekanisme distribusi gunungan guna menjaga kesakralan dan kelancaran prosesi.

Read More

Baca Juga: Cara Menyimpan Daging Kurban di Freezer agar Tahan hingga 9 Bulan

Jika sebelumnya Gunungan dikirim langsung ke Kepatihan, kali ini mekanismenya berubah. Sekretaris Daerah (Sekda) DIY akan sowan atau datang langsung ke Keraton untuk menerima Gunungan. Setelah mengikuti arak-arakan menuju Masjid Gedhe dan selesai didoakan, Gunungan akan dibawa ke Kompleks Kepatihan dan dibagikan kepada masyarakat.

“Tidak ada utusan dari dalam yang mengantar ke Kepatihan. Justru dari Kepatihan yang datang ke Keraton untuk nyadhong, atau meminta Gunungan, lalu dibawa pulang dan dibagikan,” jelas KPH Notonegoro, Penghageng Kawedanan Hageng Kridhomardowo.

Baca Juga: Polresta Sleman Gencar Razia Miras: Ciu, Arak Bali, hingga Bekonang Leci Disita

Tradisi nyadhong ini membawa nilai filosofis yang dalam. Gunungan tidak dirayah (tidak direbut secara kasar), melainkan dibagikan satu per satu secara tertib. Prosesi ini mencerminkan penghormatan terhadap simbol kesejahteraan dan berkah dari raja kepada rakyatnya. Iring-iringan bregada akan mengawal Sekda DIY menuju Kepatihan dengan membawa Gunungan, yang kemudian diserahkan kepada para Asisten Sekda untuk dibagikan kepada warga.

Selain di Kepatihan, pembagian Ubarampe Gunungan tetap berlangsung di tiga titik lainnya, yaitu di Ndalem Mangkubumen, Masjid Gedhe Kauman, dan Puro Pakualaman, dengan prosedur seperti biasa. Masyarakat diimbau untuk menjaga ketertiban dan tidak berebut dalam menerima Gunungan.

“Garebeg bukan sekadar perayaan, tetapi manifestasi filosofi masyarakat Yogyakarta yang menjunjung keteraturan, hormat pada pemimpin, dan syukur atas berkah,” pungkas KPH Notonegoro. []

Related posts