Buku Putih Kasus EM Diluncurkan: Seruan untuk Tegakkan Etika Akademik dan Keadilan Prosedural

  • Whatsapp
Buku Putih
Buku Putih lintas perguruan Tinggi (Ist)

BacaJogja – Forum Penegakan Etik Lintas Perguruan Tinggi resmi meluncurkan Buku Putih Tinjauan Budaya, Akademik, dan Yuridis terhadap Kasus EM. Buku ini merupakan sebuah laporan reflektif yang mengupas penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan inisial, Prof. Dr. apt. EM, M.Si.

Peluncuran buku ini menjadi sorotan karena mengangkat isu penting terkait integritas prosedur etik dan keadilan di lingkungan pendidikan tinggi. Forum menilai bahwa penanganan kasus semacam ini memerlukan kepekaan tinggi agar tidak semata bertumpu pada tekanan opini publik atau pemberitaan media yang tidak proporsional.

Read More

“Kasus EM menjadi cermin bahwa dunia akademik kita sedang menghadapi tantangan serius dalam menjaga marwah institusi, keadilan prosedural, dan budaya beretika,” ujar Mashuri Maschab, salah satu narasumber Forum, dalam keterangan resminya, Senin (5/5).

Baca Juga: Rieke Diah Pitaloka Kunjungi Mbah Tupon Bantul, Kawal Korban Mafia Tanah Hingga Tuntas

Kritik terhadap Prosedur Penanganan

Dalam buku setebal hampir 100 halaman tersebut, Forum menyoroti berbagai kelemahan dalam penanganan kasus, antara lain ketidakjelasan kategori pelanggaran, ketidaktegasan prosedur etik, dan pelanggaran terhadap kerahasiaan data pemeriksaan.

“Prinsip Audi et Alteram Partem atau hak untuk didengar belum sepenuhnya diterapkan. Ini berpotensi merusak kepercayaan terhadap proses etik itu sendiri,” kata M. Luthfi Hakim, anggota tim penyusun buku.

Forum juga menyoroti tidak adanya kewajiban menyampaikan hasil investigasi kepada terlapor, serta tidak diadakannya sidang terbuka. Ketertutupan prosedur dinilai memperbesar risiko reputasi institusi dan membuka ruang terjadinya ketidakadilan.

Persoalan Media dan Trial by Media

Aspek lain yang mendapat sorotan tajam adalah peran media dalam membentuk opini publik. Buku Putih mengungkap kekhawatiran akan terjadinya trial by media yang mengabaikan asas praduga tak bersalah dan menimbulkan tekanan sosial yang tidak proporsional.

“Kita membutuhkan jurnalisme yang etis dan bertanggung jawab. Media harus menjunjung Kode Etik Jurnalistik, bukan sekadar mengejar sensasi,” ujar Ana Nadya Abrar, akademisi komunikasi yang juga menjadi bagian dari forum.

Baca Juga: Keliling Jogja Gratis Tanpa Polusi: Bus Listrik Ini Bikin Kamu Serasa Wisata di Masa Depan

Rekomendasi dan Harapan

Forum menyampaikan sejumlah rekomendasi, termasuk perlunya audit etik independen, reformulasi regulasi etik, serta standardisasi kategori pelanggaran. Evaluasi terhadap satuan tugas atau lembaga penanganan kasus etik juga menjadi perhatian utama.

“Etika akademik seharusnya menjadi pelindung keadilan, bukan alat represi moral. Perguruan tinggi harus menjadi ruang nalar, bukan tempat penghakiman,” tegas Mashuri.

Peluncuran Buku Putih ini diharapkan menjadi momentum untuk membenahi sistem etik di dunia pendidikan tinggi dan mendorong terciptanya ruang akademik yang sehat, adil, dan menjunjung tinggi hak asasi semua pihak. []

Related posts