BacaJogja – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, secara resmi menyerahkan sebanyak 811 sertifikat tanah hasil konsolidasi tutupan Jepang kepada masyarakat di Balai Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Bantul, pada Sabtu (10/5/2025).
Tanah-tanah tersebut sebelumnya merupakan lahan milik warga yang dirampas secara paksa oleh penjajah Jepang pada periode 1943–1945. Melalui program konsolidasi tanah yang strategis dan berkelanjutan, pemerintah mengembalikan hak milik tanah kepada masyarakat sebagai bagian dari upaya menyelesaikan konflik agraria yang telah berlarut-larut.
Dalam sambutannya, Menteri Nusron Wahid mengimbau masyarakat penerima sertifikat untuk tidak gegabah dalam memanfaatkan hak miliknya. Ia menekankan pentingnya menjaga aset tanah sebagai sumber kesejahteraan jangka panjang.
Baca Juga: Sensasi Garang Asem Ayam Khas Semarang: Asam, Gurih, dan Bikin Nagih!
“Jangan asal dijadikan jaminan pinjaman. Kalau ada yang mau pinjam sertifikat, tolong hati-hati sekali. Lebih baik digunakan secara produktif agar bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga,” pesannya.
Senada dengan itu, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih turut mengingatkan agar warga tidak menyalahgunakan sertifikat yang telah dimiliki secara sah.
“Tanah adalah aset yang sangat berharga. Sertifikat ini bukan hanya bukti kepemilikan yang sah secara hukum, tetapi juga menjadi dasar penting dalam aspek ekonomi dan pembangunan,” ujar Halim.
Baca Juga: Bantul Menggelora di Ngebel: Ketika Semangat Gumregah dan Nyawiji Menjadi Nyata
Penyerahan sertifikat ini juga menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam memerangi praktik mafia tanah. Halim menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang merugikan masyarakat.
“Kami tidak akan tebang pilih. Pemerintah Kabupaten Bantul bersama para pemangku kepentingan berkomitmen memberantas mafia tanah dan memastikan hak-hak warga atas tanahnya dipenuhi secara adil,” pungkasnya.
Penyerahan sertifikat tanah hasil konsolidasi ini dinilai menjadi langkah penting dalam mewujudkan kepastian hukum agraria, khususnya di wilayah yang memiliki sejarah konflik pertanahan panjang akibat penjajahan. []