Sembilan Catatan Masalah Pemilu 2024 Menurut Ketua Komisi A DPRD DIY

  • Whatsapp
catatan pemlu 2024
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto saat berbicara di forum Literasi Digital Jogja Bijak Bermedsos di Yogyakarta, Selasa, 19 Maret 2024. (Foto: Istimewa)

BacaJogja – Banyak persoalan pelaksanaan Pemilu 2024 bahkan sebelum pesta demokrasi itu digelar. Setidaknya ada semnbilan catatan masalah Pemilu 2024 menurut Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto.

Menurut Eko, catatan tersebut berdampak langsung pada kualitas demokrasi Indonesia. “Pemilu 2024 banyak kejanggalan dan anomali. Kita sama-sama rekam dan mengalami banyak anomali. Kami mencatat sembilan catatan Pemilu 2024,” katanya saat berbicara di forum Literasi Digital Jogja Bijak Bermedsos di Yogyakarta, Selasa, 19 Maret 2024.

Read More

Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, catatan pertama yakni terjadi pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman saat meloloskan batas usia untuk Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Gibran merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo, sehingga termasuk sebagai keponakan Anwar Usman.

Baca Juga: Aksi di Titik Nol dan Bentangkan Spanduk Rakyat Menolak Jokowi Berlebaran di Jogja

Kedua, pelanggaran etik KPU RI sesuai vonis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat menerima pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan Pilpres 2024. “Ini problema etik dan moral yang serius. Konstitisi diakali dengan akal bulus yang jauh dari etika dan moral,” jelasnya.

Alumni Pasca-sarjana UGM Yogyakarta ini mengungkapkan, catatan ketiga adalah adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan, keempat politisasi bansos bagi kemenangan pihak tertentu. “Catatan kelima yakni soal DPT Pemilihan Umum 2024. “Ini permasalahan yang pernah saya sampaikan sebelum Pemilu tentang orang meninggal masih masuk DPT,” ungkapnya.

Baca Juga: Kemkominfo Gelar Talkshow Cakap Digital Cegah Bullying di PP Sunan Pandanaran Yogyakarta

Eko melanjutkan catatan keenam yakni tentang hukum tumpul ke atas berbagai manuver kekuasaan seperti saat pengumpulan perangkat. Catatan ketujuh yakni intimidasi di antaranya seperti yang dialami akademisi kritis seperti Prof Koentjoro, Guru Besar Psikologi UGM Yogyakarta.

Catatan kedelapan yakni penggiringan opini melalui berbagai narasi untuk memenangkan pihak tertentu. Sedangkan catatan yang kesembilan, rakyat dihadapkan pada potret yang mendua, antara Jokowi sebagai Presiden RI dan Jokowi sebagai Bapaknya Gibran, Bapaknya Kaesang di mana Jokowi ikut mengampanyekan PSI secara terbuka.

“Rakyat Indonesia dalam proses Pemilu 2024 susah membedakan Joko Widodo sebagai Presiden atau sebagai ayah Gibran Rakabuming Raka yang maju cawapres, atau sebagai bapaknya Kaesang atau mertuanya Boby,” jelasnya. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *