BacaJogja – Ribuan santri dari berbagai pondok pesantren (ponpes) di Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa dengan tagline Santri Memanggil atau Santri Peduli Jogja di depan Polda DIY pada Selasa, 29 Oktober 2024 dari pukul 09.00 hingga 11.00. Selain para santri, aksi ini juga diikuti oleh para kiai, ibu nyai, dan kader-kader badan otonom (Banom) PWNU DIY.
Salah satu koordinator lapangan dari Ponpes Al-Munawwir, Hasan, mengemukakan bahwa aksi ini adalah respons atas tindakan kekerasan yang dialami seorang santri Pondok Pesantren Al-Munawwir oleh pelaku yang diduga sedang mabuk karena minuman keras atau miras.
Baca Juga: Dari Titik Nol Yogyakarta, Warisan Budaya Leluhur Pencak Silat Kian Mendunia
“Aksi ini merupakan tindak lanjut atas adanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum terhadap santri Al-Munawwir Krapyak. Aksi ini dilakukan karena setelah lima hari berlalu, belum ada kepastian dari kepolisian terkait siapa pelaku dari tindak pidana tersebut,” ujar Hasan.
Ia juga menyatakan bahwa aksi unjuk rasa ini bertujuan untuk menekan peredaran miras yang dinilai terlalu bebas di Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Peredaran miras di Yogyakarta itu terlalu bebas. Dan kasus ini bermula dari penenggak miras yang menusuk santri Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta,” lanjut Hasan.
Baca Juga: Jogja Darurat Miras: Forum Ukhuwah Islamiyah DIY Gelar Aksi Long March Tuntut Tindakan Tegas
Di dalam aksi tersebut, salah satu orator, KH. Hasan Abdullah, dengan tegas menyatakan bahwa pelaku penusukan santri Al-Munawwir Krapyak harus ditindak dengan cepat dan adil.
“Kami berharap penangkapan ini berlanjut dengan tindakan hukum yang tepat, cepat, tuntas, dan adil. Ini benar-benar kami tunggu, karena hal tersebut adalah tanggung jawab kepolisian,” ujar KH. Hasan di depan Kapolda DIY dan santri-santri pondok pesantren yang ada di Yogyakarta.
Baca Juga: Jogja Darurat Miras: Forum Ukhuwah Islamiyah DIY Gelar Aksi Long March Tuntut Tindakan Tegas
Orator juga menyoroti persoalan miras di Yogyakarta yang akhir-akhir ini sangat mudah ditemukan. Dia menegaskan bahwa jika persoalan miras belum diselesaikan, maka akan ada aksi lanjutan.
“Kami akan memastikan, kalau persoalan ini (miras) tidak selesai, maka gerakan ini akan berlanjut dan turun ke semua daerah,” lanjut Kiai Hasan.
Orator lainnya, Nyai Hj. Ida Rufaida Ali dari Krapyak, menyampaikan dengan tegas bahwa izin miras di Yogyakarta seharusnya tidak hanya dibatasi, tetapi juga dicabut.
Baca Juga: Pengalaman Dokter Bedah di Yogyakarta Menangani Pasien Korban Santet: Paku Gaib dalam Tubuh
Nyai Hj. Ida juga menyampaikan sebuah kisah, di mana seorang pemuda dihadapkan pada pilihan antara meminum miras, berzina, atau membunuh. Namun, pemuda tersebut memilih meminum miras. Akibatnya, pemuda tersebut tidak hanya minum miras, tetapi juga berzina dan melakukan pembunuhan.
“Inilah yang menjadi keprihatinan kita. Sebagai pengasuh pesantren dan ibu dari semua santri, kami berharap miras tidak hanya dihilangkan, tetapi juga dicabut izinnya,” ujar Ibu Nyai Ida dengan lantang, yang disambut teriakan setuju dari peserta unjuk rasa.
Dalam aksi ini, turut dibawa berbagai poster dan spanduk, di antaranya bertuliskan “Miras: biang kerusakan dan kekerasan” dan “Jogja tempat generasi cerdas, bukan penikmat miras.”
Aksi ini ditutup dengan doa yang dipimpin langsung oleh KH. Asy’ari Abta.
Penulis Artikel: Mursidah
Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Alma Ata Yogyakarta