Kadipaten Pakualaman dan UST Sinergi Kembangkan Budaya Yogyakarta

  • Whatsapp
pakualaman dan UST
Kadipaten Pakualaman dan UST bersinergi mengembangkan budaya Yogyakarta. (Foto: Pemda DIY)

Yogyakarta – Kadipaten Pakualaman dan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta bererja sama mengembangkan budaya leluhur Yogyakarta. Kerja sama tertuang dalam MoU yang ditandatangani Adipati Pakualaman sekaligus Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X bersama Rektor UST Pardimin pada Kamis, 6 Januari 2022.

“Marilah kita terus-menerus mengimplementasikan piwulang leluhur dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan agar tidak terjadi gegar budaya. Penguatan sifat, pola pikir, dan perilaku akan membentuk budaya yang tangguh. Pakualaman bersama Tamansiswa akan bersinergi mewujudkannya,” kata KGPAA Paku Alam X.

Read More

Baca Juga: Bupati Sleman Sebut Pelaku Klitih adalah Anak Kreatif, Bukan Nakal

Sri Paduka mengatakan Ki Hadjar Dewantara sudah menyumbangkan pemikiran berkaitan dengan tata cara mewujudkan hidup selamat dan bahagia, atau salam dan bahagia melalui “Teori Trikon”. Teori ini masih relevan dengan upaya pengembangan kebudayaan. Teori Trikon lahir dari pemaknaan tentang tidak perlunya suatu pertikaian yang disebabkan karena perbedaan adat.

“Menurut Ki Hadjar Dewantara, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan saling berkaitan menjadi sebuah sistem atau yang disebut sebagai adat. Adat inilah yang akan terus berubah mengikuti waktu dan keadaan,” ungkapnya.

Baca Juga: Pemda DIY Hentikan Operasional Wahana Ngopi In The Sky Teras Kaca Gunungkidul

Sri Paduka menjelaskan, merujuk tulisan Ki Hadjar Dewantara, yang dimaksud dengan Trikon adalah tiga konsep yakni:
1. Kontinu atau ‘berkesinambungan’ dalam senantiasa menjaga nilai-nilai budaya para pendahulu dan melanjutkan pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Konvergen atau ‘bersifat memusat’ dengan memberikan ruang pertemuan antara budaya kita dengan budaya manca untuk saling berdialog.
3. Konsentris atau mempunyai pusat yang sama untuk menciptakan budaya baru yang konstruktif dan lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Ini Dia Proyek Bernuansa Keistimewaan Tuntas 2021 di Kota Yogyakarta

Implementasi Trikon dari Pakualaman untuk Yogyakarta antara lain melanjutkan kewajiban leluhur Mataram sebagai pengembang kebudayaan dan sebagian di antaranya menerapkan piwulang-piwulang yang terekam di naskah kuno, contohnya Babad Mantawis saha Candra Nata.

Naskah yang ditulis pada masa Kanjeng Gusti Paku Alam II sekitar tahun 1830-an ini menyampaikan kisah Panembahan Senapati dalam meraih keberhasilan berkat kegigihan untuk mewujudkan cita-citanya, dengan berpegang pada piwulang sebagai berikut:

Menyadari bahwa manusia adalah hamba Tuhan yang dianugerahi pikir dan rasa sehingga mampu bernalar;
Bekal menambah ilmu adalah kemauan, ingat, mantap, dan bersungguh-sungguh;
Bahaya terbesar dalam hidup ini adalah jika tidak memperoleh kasih Tuhan.

Baca Juga: Kementerian PUPR Fasilitasi Pembangunan Gedung Baru UNU Yogyakarta

“Merujuk pada ajaran luhur yang tertera dalam Babad Mantawis saha Candra Nata, dapat disimpulkan, untuk mewujudkan keselamatan hidup, hendaknya selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, rajin berusaha dan menambah ilmu, selalu bersyukur, sabar, dan ikhlas,” jelas Sri Paduka.

Piwulang tentang pembelajaran yang bernalar ini akan membekali setiap insan, agar menjadi pribadi berwawasan luas dan bertanggung jawab jika benar-benar diterapkan. Nyatalah bahwa piwulang yang ditulis hampir dua abad yang lalu itu masih relevan dengan masa kini dan baik untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,” Sri Paduka.

Baca Juga: Sri Sultan HB X Komentari PSIM Yogyakarta Gagal Promosi Liga 1

Dalam kesempatan ini, Sri Paduka juga menyampaikan bahwa piwulang dari K.G.P.A. Paku Alam II, yakni “Sěstradi”, pada tahun 2021 telah ditetapkan menjadi salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Daerah Istimewa Yogyakarta. Sěstradi memuat 21 sikap baik yang dapat dijadikan pedoman sekaligus perisai untuk mempertahankan keragaman budaya dalam menghadapi globalisasi yang terus berkembang,

“Kesungguhan dan niat harus dibangun dalam hati, agar kita benar-benar sampai pada tempat yang diharapkan. Piwulang ini sungguh bermanfaat bagi kita semua, termasuk saudara-saudara yang saat ini sedang ngangsu kawruh, ‘menimba ilmu’ di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa,” tutur Sri Paduka. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *