BacaJogja – Pada dini hari yang hening di Kalasan, Sleman, Yogyakarta, saat langit masih kelam dan jalanan belum riuh, Anggy Darmiansyah menyalakan aplikasinya. Ia adalah satu dari ribuan pengemudi ojek online yang setia menyusuri malam demi rezeki yang halal.
Selasa, 3 Juni 2025 pukul 03.30 WIB, Anggy menerima pesanan terakhir dalam hidupnya. Ia tak tahu, pesanan itu bukan menuju tempat tujuan—melainkan ke lorong gelap yang tak pernah ia bayangkan: maut.
Penumpang itu, berinisial BPU (27), meminta untuk diantar menuju Purwomartani. Dengan nada santai, ia menyarankan rute alternatif. “Lewat sini aja, Mas, biar cepat,” katanya sambil menunjuk Jalan Tawang, sebuah jalur sempit, sunyi, dan minim penerangan.
Baca Juga: Nyawa Hilang di Ujung Jalan: Dari Duka Anggy, Ojol Yogyakarta Bersatu Melawan Begal dan Klitih
Tak ada firasat buruk. Anggy mengiyakan. Namun sesampainya di lokasi, niat jahat itu terwujud dalam sekejap. Pelaku menyekap dari belakang, menusuk perut Anggy dengan pisau dapur bergagang oranye, lalu mengayunkan cutter berkali-kali saat korban mencoba mempertahankan handphone-nya.
“Pelaku mengakui semua perbuatannya. Ia sudah merencanakan sejak awal. Motifnya murni karena ekonomi. Ia ingin mengambil HP korban untuk dijual,” ungkap Kapolsek Kalasan, AKP Mujiyanto, S.Sos, dalam konferensi pers usai penangkapan pelaku.
Polisi bergerak cepat. Hanya dalam tiga hari, BPU dibekuk di rumahnya yang masih berada di kawasan Kalasan, tak jauh dari lokasi kejadian. Bersamanya diamankan barang bukti berupa pisau dapur, cutter merah, serta ponsel yang digunakan memesan layanan ojol.
Anggy sempat dilarikan ke RS Bhayangkara dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito. Enam hari ia bertahan dalam perawatan intensif. Namun pada 9 Juni 2025, napasnya terhenti. Duka menyelimuti keluarganya, menyayat hati rekan-rekan sesama ojol.
Bagaimana tidak—Anggy adalah satu dari mereka. Seorang ayah, seorang sahabat, seorang pencari nafkah yang tewas karena mengantar rezeki di waktu di mana sebagian besar dari kita masih tertidur lelap.
Baca Juga: Tragedi Ojol di Kalasan Sleman: Ditusuk Penumpang Sendiri demi Sebuah HP
Kabar duka ini menyentak kesadaran komunitas driver ojol di Yogyakarta. Tak hanya kehilangan satu rekan, mereka merasa kehilangan rasa aman. Mereka pun bergerak. Sebuah aksi damai bertajuk “Ojol Yogyakarta Melawan Begal/Klithih” akan digelar pada Selasa, 17 Juni 2025 di Lapangan Raden Ronggo, Kalasan.
“Aksi ini bukan cuma tentang Anggy. Ini tentang kita semua yang tiap hari bekerja dengan risiko, tapi tak pernah tahu apakah kita akan pulang atau tidak,” ujar Agust, salah satu koordinator komunitas ojek online DIY. “Bayangkan kalau ini terjadi pada Anda atau saudara Anda. Kami tidak akan diam. Kami ingin jalanan yang aman, dan keadilan bagi korban.”
Aksi itu bukan sekadar berkumpul. Ia adalah simbol kemarahan yang terorganisir, suara yang tak lagi mau dibungkam. Komunitas ojol mendesak penegak hukum untuk memberi hukuman maksimal bagi pelaku serta perlindungan nyata terhadap para pengemudi daring. Bukan hanya imbauan atau spanduk, tapi tindakan konkret.
Baca Juga: Driver Ojol di Sleman Dibegal hingga Meninggal, Pelaku Nekat karena Utang Pinjol
Kini, pelaku pembunuhan Anggy dijerat Pasal 365 ayat (3) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Namun bagi para ojol, hukuman bukanlah akhir. Mereka menginginkan perubahan. Sistem yang bisa melindungi mereka dari ancaman serupa, dan masyarakat yang lebih peduli pada keselamatan para pekerja lapangan.
“Di antara sunyi dan pisau, Anggy adalah cahaya kecil yang padam saat sedang menyala paling terang.”
Kisahnya kini tinggal kenangan, tapi perjuangannya hidup dalam tekad ribuan ojol yang siap menjaga jalanan—bukan hanya untuk mereka, tapi untuk kita semua. []