BacaJogja – Pagi itu, suasana jalan Ring Road arah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tampak biasa saja. Lalu lintas tak terlalu padat, udara pagi masih segar, dan aktivitas warga mulai menggeliat. Namun, di tengah keseharian yang tampak wajar itu, sebuah insiden yang tidak pernah diduga terjadi—dan itu mengubah cara seorang pelajar perempuan melihat dunia sekitarnya.
“Saya seperti biasa diantar ayah saya ke sekolah. Duduk miring di belakang motor seperti hari-hari sebelumnya,” ujarnya memulai cerita yang diunggah di medsos merapinews.
Tak ada firasat buruk saat seorang pria dengan motor melaju sangat dekat di belakang mereka. Jaraknya nyaris menempel. “Awalnya saya pikir mungkin dia mau menyalip, tapi jalan sedang lengang. Harusnya dia bisa lewat kanan. Tapi dia tetap membuntuti dari belakang.”
Kecurigaan mulai tumbuh, tapi belum cukup untuk menimbulkan rasa takut. Hingga akhirnya pria tersebut menyalip dari kiri dan berbelok. Saat pelajar ini menoleh untuk melihat siapa sebenarnya pria yang sejak tadi mencurigakan, ia justru mendapati pemandangan yang mengejutkan: si pria tengah memainkan alat kelaminnya, sambil menoleh dan melihat ke arahnya.
Baca Juga: Innalillahi, KRT Jayaningrat Meninggal Dunia: Penghageng Keagamaan Keraton Yogyakarta
Jalanan Tak Lagi Aman: Pelecehan Seksual Bisa Terjadi di Mana Saja
Insiden ini bukanlah kasus tunggal. Pelecehan seksual di ruang publik, terutama jalan raya, menjadi fenomena yang sering kali luput dari sorotan. Para korban kerap memilih diam, merasa malu, takut tidak dipercaya, atau bahkan tidak tahu harus melapor ke mana. Padahal, pelecehan seksual dalam bentuk apa pun—termasuk aksi cabul di jalanan—merupakan pelanggaran serius terhadap hak dan martabat seseorang.
Pelaku memanfaatkan keramaian atau justru kesepian jalan, serta ketidaksiapan korban yang tidak menduga akan mendapat perlakuan seperti itu di tempat umum. Dalam banyak kasus, pelaku bisa melarikan diri dengan mudah karena tidak ada saksi atau alat bukti kuat yang bisa diserahkan ke pihak berwajib.
Korban Masih Di Bawah Umur: Risiko Psikologis yang Tidak Sepele
Yang lebih mengkhawatirkan, korban dalam kasus ini masih seorang pelajar—belum cukup umur. Tindakan ini tergolong sebagai pelecehan seksual terhadap anak dan bisa masuk ke dalam ranah pidana serius menurut UU Perlindungan Anak di Indonesia. Selain ancaman hukum bagi pelaku, ada pula dampak psikologis jangka panjang bagi korban.
“Sejak kejadian itu, saya jadi lebih waspada di jalan, tapi juga jadi agak takut. Rasanya kayak ruang aman saya dirampas,” ungkapnya.
Baca Juga: Evakuasi Dramatis Jenazah Kepala SMP Muhammadiyah dari Tebing Pantai Ngungap Gunungkidul
Reaksi seperti ini sangat umum. Rasa trauma, ketakutan, bahkan rasa bersalah bisa menghantui korban, padahal jelas-jelas mereka tidak bersalah. Maka dari itu, perlu adanya dukungan, baik dari keluarga, lingkungan, maupun sistem hukum agar korban merasa aman untuk bersuara dan mendapatkan keadilan.
Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa edukasi tentang pelecehan seksual perlu diperluas hingga ke ruang publik. Berikut beberapa poin penting yang harus diketahui masyarakat:
- Pelecehan Bukan Salah Korban
Cara berpakaian, posisi duduk di motor, atau rute jalan bukan alasan pembenaran. Pelaku lah yang harus ditindak. - Ajari Anak untuk Berani Bicara
Banyak korban yang tidak segera bercerita karena takut dimarahi atau disalahkan. Jadilah pendengar yang empatik dan dukung mereka untuk mencari bantuan. - Laporkan Jika Menjadi Korban atau Saksi
Masyarakat perlu aktif melaporkan jika melihat tindakan mencurigakan. Bukti sekecil apa pun bisa menjadi langkah awal untuk menghentikan pelaku. - Waspada Tanpa Paranoia
Berhati-hati di jalan adalah langkah bijak, tapi jangan biarkan rasa takut membuat kita merasa dunia ini tak lagi aman. Edukasi dan aksi nyata adalah kunci perubahan.
Baca Juga: Kopi Sleman Panen Perdana, Sri Sultan Siapkan Embung untuk Dukung Produktivitas
Apa yang dialami oleh pelajar ini bukan sekadar pengalaman pribadi. Ini adalah alarm keras tentang betapa pentingnya kita menciptakan ruang publik yang aman, bebas dari ancaman pelecehan, dan mendukung keberanian korban untuk bersuara. Setiap orang punya hak yang sama untuk merasa aman, termasuk di atas motor, di jalan raya, dan dalam perjalanan menuju masa depan. []