Yohanes Rangga, Remaja Pelestari Kesenian Tradisional Jawa Asal Kulon Progo

  • Whatsapp
rangga remaja pelestari budaya jawa
Yohanes Rangga, remaja pelestari kesenian tradisional Jawa asal Kulon Progo. (Foto: Dok. Pribadi)

Yogyakarta – Di tengah arus modernisasi yang gencar seperti sekarang ini, sudah sulit menemukan remaja yang punya tekad mencintai budaya sendiri dan melestarikannya. Beruntung masih ada Yohanes Andhika Rangga Saputra, remaja 17 tahun, asal Padukuhan Tosari, Kalurahan Banjarasri, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Anak pertama pasangan B.Suryanto dan Velisitas Puji Rahayu ini punya minat dan bakat pada bidang kesenian tradisional Jawa sejak berumur 5 tahun. Remaja ini sangat mencintai dan ingin belajar kesenian tradisional Jawa di tengah maraknya modernisasi dan pesatnya kemajuan teknologi.

Read More

Baca Juga: Kebangkitan Generasi Milenial dalam Pelestarian Seni Budaya Wayang

Rangga, sapaan akrabnya, memilih meneruskan sekolah di SMK Negeri I Kasihan (SMKI) Bantul, Yogyakarta juga bagian dari tekadnya lebih mendalami kesenian tradisional Jawa, khususnya karawitan. Sekolah yang memiliki fokus di bidang keahlian seni dan industri kreatif ini memiliki empat program keahlian yaitu seni karawitan, seni tari, seni pedalangan dan pemeranan.

Saat berusia 5 tahun, alat tradisional yang pertama kali disukai dan dikuasai adalah kendang. Sejak awal Rangga belajar alat tradisional gamelan secara otodidak, hanya melalui musik gending yang didengarkan kemudian ditirukan sendiri, tanpa ada yang melatih.

Baca Juga: Menelusuri Lebih Mendalam Jejak Gamelan di Yogyakarta

Luar biasa, seorang anak berusia lima tahun sudah bisa menabuh dan memainkan kendang. Semakin besar dan mengenal teknologi, Rangga mulai belajar melalui YouTube. “Hal yang memotivasi saya untuk terus belajar dan melestarikan kesenian tradisional Jawa karena pada saat ini sangat jarang sekali orang yang menyukai kesenian tradisional seperti wayang, gamelan, lainnya khususnya anak remaja seusia saya,” katanya saat ditemui di rumahnya, Jumat, 3 Desember 2021.

Rangga mengaku kedua orang tuanya selalu mendukungnya terus belajar kesenian tradisional Jawa dan mengembangkan bakatnya untuk dapat menguasai berbagai macam gamelan, belajar dalang dan menyanyi tembang Jawa. Dukungan kedua orang tuanya sangat berarti baginya. Dukungan yang menjadi penyemangat baginya dalam menggapai mimpi dan cita-citanya.

Baca Juga: Kiprah Mbah Sugeng, Pegiat Seni Tradisional Asal Kulon Progo dalam Arus Modernisasi

Dia saat ini bisa memainkan sejumlah alat musik gamelan seperti kendang, saron, demung, slenthem, kempul, gong, dan kenong. Selain itu, saat ini sedang belajar dalang dan tembang-tembang Jawa.

Rangga pernah mengikuti berbagai macam lomba dan kompetisi seperti lomba karawitan tingkat kabupaten yang digelar di SMA Sedayu Bantul dan menjadi juara 2. Pernah juga mengikuti Rekor Muri Karawitan 66 Jam Nonstop di Alun-Alun Wates, Kulon Progo.

Baca Juga: Mengenal Jathilan Klasik yang Dibawakan Turangga Eka Budaya Kalibawang Kulon Progo

Dia mengaku ada sosok yang menginspirasinya terus belajar kesenian tradisional Jawa. Salah satunya Sri Eko Widodo yang merupakan pengendang terbaik dari Surakarta. Rangga terinspirasi dan mengidolakannya. Sosok lain yang menginspirasinya yakni Simon Supriyanto, guru kendangnya sendiri sejak SMP hingga saat ini.

Saat ditanya apa arti seni baginya, Rangga menjawab seni adalah sesuatu unsur yang menjadi bagian dari hidup masyarakat yang mengajarkan pelajaran kehidupan yang baik. “Seni harus dilestarikan seiring perkembangan zaman,” katanya.

Baca Juga: Tari Gelang Projo Jadi Identitas Kebangkitan Kawasan Perbukitan Menoreh

Semangat dan tekad Rangga terus berlatih dan melestarikan kesenian tradisional Jawa ini patut diapresiasi, dijadikan contoh khususnya generasi muda zaman ini. Lestarinya kesenian berada di tangan anak muda sebagai generasi penerus. Baik itu kesenian tradisional, budaya, adat istiadat yang telah diwariskan leluhur.

Salah satu tujuannya agar tetap lestari dan dicintai serta semakin dikenal luas oleh masyarakat daerah, nasional bahkan internasional. []

Artikel kiriman Luciani Berthin Aninda, Mahasiswi Public Relations ASMI santa Maria Yogyakarta

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *