Menengok Geliat Produksi Rumah Batik Jinggar Kota Yogyakarta

  • Whatsapp
Rumah Batik Jinggar
Wakil Wali Kota Heroe Poerwadi saat mengunjungi Rumah Batik Jinggar. (Foto: Pemkot Yogyakarta)

Yogyakarta – Di tengah pandemi corona, muncul angin segar bagi produsen batik dan fesyen batik di Kota Yogyakarta. Permintaan kain batik dan produk fesyen batik yang mulai meningkat. Salah satunya Rumah Batik Jinggar di Kampung Nyutran Tamansiswa Kelurahan Wirogunan, Kota Yogyakarta.

Pemilik Rumah Batik Jinggar, Vitalia Pamoengkas, 46 tahun, mengatakan pada awal masa pandemi Covid-19 produknya sempat terdampak. Namun dia bersama beberapa perajin batik dan karyawannya tetap berusaha berkarya.

Read More

Baca Juga: Perajin Batik di Kulon Progo Galang Dana Ciptakan Motif Gunung Semeru

Dia berinovasi dengan memproduksi batik dalam bentuk masker kain dan alat pelindung diri. Langkah ini dilakukan untuk agar tetao berkarya. “Di awal pandemi kami otomatis terdampak. Kami menyiasatinya dengan memproduksi masker dan APD,” kata Vita, Kamis, 17 Februari 2022.

Seiring berjalannya waktu permintaan batik yang mulai meningkat. “Orderan sudah masuk. Mayoritas seragam perkantoran. Order masuk sebagian lewat media sosial,” katanya.

Rumah batik yang berdiri 2010 ini memproduksi batik kontemporer, klasik, cap dan batik tulis. Batik menggunakan pewarna kimia dan ada yang memakai warna alam. Batik yang dihasilkan adalah motif klasik Yogyakarta. Ada beberapa motif yang sudah mengantongi hak cipta.

Baca Juga: Sejarah dan Filosofi Batik Tulis Nitik Bantul Yogyakarta Menurut Sri Sultan HB X

Apa yang membedakan motifnya? Salah saunya motif batik tidak memenuhi seluruh kain. “Ketika orang lain full motif, tapi kami motifnya hanya di beberapa tempat saja. Jadi itu yang menjadi ciri khas kami,” ujarnya.

Saat ini Rumah Batik Jinggar mempekerjakan lima orang. Dia membebaskan para pekerjanya dalam membuat batik, bisa dikerjakan di rumah masing-masing maupun di tempatnya. Khusus pewarnaan batik dengan warna kimia, dilakukan di rumah salah satu karyawannya yang bisa menampung limbah.

Vita menyebut dalam seminggu mampu memproduksi 50 kain batik cap. Harganya sekitar Rp300 ribu per kain. Untuk batik tulis sekitar 2-3 kain dalam seminggu. Harganya berkisar Rp700 ribu sampai Rp2 juta, tergantung kerumitan motif dan lainnya.

Baca Juga: Batik Nitik Bantul, Memperkuat Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia

Produk batik dan fesyen batik milik Vita sudah terjual di pasaran lokal Indonesia hingga luar negeri seperti Malaysia dan Dubai. Pemasaran batik salah satunya dilakukan melalui media sosial.

Dia berharap kepada para perajin batik tetap semangat dan berkarya. “Walaupun pandemi tapi tidak menurunkan semangat untuk berkreasi lebih baik lagi,” kata Vita. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *