Sistem Politik di Indonesia Merusak Demokrasi

  • Whatsapp
Afiq Naufal SEMA
Sekretaris Jenderal Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina Afiq Naufal. (Foto: Istimewa)

BacaJogja – Mantan Menko Kemaritiman Dr. Rizal Ramli menyatakan, sistem politik seperti itu justru bisa merusak demokrasi. Oleh karena itu setelah Jokowi harus dilakukan pembenahan-pembenahan.

Pertama, Parpol dibiayai oleh negara seperti di Eropa, Inggris, New Zealand, Australia dan negara-negara Arab. Biayanya setelah dihitung tidak mahal hanya Rp30 triliun satu tahun. Toh praktiknya sekarang parpol “nyolong” ramai-ramai itu lebih dari Rp75 triliun.

Read More

Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Muhammadiyah kepada Partai Ummat DIY

Tetapi menurutnya pembiayaan itu harus diikuti oleh kewajiban untuk mengubah AD/ART parpol. Supaya terjadi demokratisasi internal partai politik. Tidak bisa kita bicara demokrasi sementara di dalamnya sendiri tidak demokratis.

“Pengeluaran yang dibiayai oleh negara itu harus diaudit. Hanya boleh digunakan untuk kepentingan kaderisasi, kampanye dan organisasi partai politik. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya paparnya dalam diskusi bertajuk “Oligarki dalam Parpol dan Bahayanya bagi Demokrasi”, yang diselenggarakan melalui platform Twitter space Jumat, 7 Juli 2023.

Baca Juga: Ini Kata Jokowi pada AHY soal Pengambilalihan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko

“Setelah itu kita baru yakin seandainya parpol itu bersih dan demokratis maka dia sudah pasti akan memperjuangkan keadilan, demokrasi dan good governance dalam pemerintahan,” tuturnya.

Sekretaris Jenderal Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina Afiq Naufal menyatakan bahwa anak muda saat ini sudah gerah, karena melihat oligarki dalam partai politik berlangsung secara terang benderang.

“Padahal jumlah kaum muda adalah pemilih paling banyak dalam Pemilu 2024. Mereka sudah sangat tidak nyaman dan bahkan alergi terhadap diksi-diksi yang berbau politik,” paparnya.

Baca Juga: Rakerwil Partai Ummat DIY, Konsolidasi Pemenangan Anies Baswedan dan Pemilu 2024

Terasa benar pendidikan politik bagi kaum muda amat kurang dan itu berbahaya bagi stabilitas demokrasi ke depan karena sebenarnya pada pengertian kaum muda, demokrasi itu adalah suara rakyat sebagai representasi dari pikiran-pikiran tersebut.

“Sorotan terbesar saat ini apakah oligarki di masa depan akan hidup semakin subur, di tengah tradisi feodalisme di masyarakat kita. Susahnya, dalam politik kita masih terjebak pada figure ketika pada 2019 misalnya banyak orang yang bersedia mati karena figur tertentu dalam Pemilu,” lanjutnya.

Baca Juga: Partai Golkar DIY Dukung Sikap Pro Aktif Muhammadiyah Songsong Pemilu 2024

Hal itu tentu amat berbahaya bagi demokrasi, Karena alam demokrasi itu sebenarnya adalah setia dan mengedepankan gagasan, ide dan strategi masa depan Indonesia. “Sementara di masyarakat kita terlihat masih setia kepada figur atau kultus dan bukan ide dan gagasan,” pungkasnya. []

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *